Ingin Kubunuh Waktu


Ingin aku sambangi waktu. Beramah-tamah, membopong oleh-oleh sederhana 
hasil koleksiku yang mulai usang: sejumput resah. Ia ditinggal oleh waktu. Lalu kupungut hati-hati dan diam-diam biar tak kentara saat aku bertamu. Bersua dengan si tua waktu yang menjelma tuan rumah.

Ingin aku berbincang dengan waktu. Mengajaknya keluar sejenak, melihat apa-apa yang tercipta dan tertinggal begitu saja. Atau sekadar menenangkan sifatnya yang buru-buru dan membuka matanya yang tak mau tahu. Aku ingin menahan waktu. Memaksa dia membeku agar tidak menjauh dari pandangan dan batin orang-orang yang dikoyak sepi, jiwa-jiwa yang hilang tuju.

Ingin pula kuajari waktu, membuka rasanya, mengubur egonya. Lalu berkata jujur bahwa ia yang mengembuskan sepasang duka. Saat datang, saat hilang.

Ingin aku merebah dengan waktu. Memandang langit kosong yang mungkin belum sempat ia nikmati. Berbaring bersama silir angin yang menggeniti daun, bersama senja yang tua dan memerah rekah di punggung cakrawala. Aku hendak melihat apakah waktu adalah makhluk dengan rasa dan nafsu, ataukah ia lebih keras dari batu, lebih siksa dari rindu, serta lebih rapuh, keruh dan angkuh, dari aku.

Sementara lembayung kian syahdu, aku menerka-nerka hasratku tentang ingin kubunuh waktu. Agar kelak aku bersahabat dengan maut, menebus segala yang disekap kalut. Ingin kubuang roh dan jasad waktu pada deras dendam dan biarkan ia hanyut. Lekang. Hilang.

Sebab yang tak menarik dari waktu, adalah memberi dan mengambil sesuatu, tanpa menunggu, tanpa memberi tahu.




(Adam R.A.)

0 comments:

Posting Komentar