Elegi Pelaut di Punggung Badai



padamu angin darat
kulucuti sesak dan gigil yang menjerat
mengentak jantung
melepas pasung
meredam doa yang bergaung
lalu menghitung tombak
tambang
sauh
jeri, jiwa
dan nama-nama yang terbawa
pada titik di mana sekepal nyawa larut dalam gulungan almanak dan kidung purba

kemudian kupoles buritan dan geladak
biar cantik mengilap
mengundang roh-roh tersesat untuk mampir
menikmati sajian bau tubuh yang getir
dan takut yang sudah dibumbui
dengan aromaterapi
sebelum pamit menantang laut

padamu wahai ombak
pikul aku di pundakmu
melangkahi karang dan jeram
jinjit di antara para pejuang yang karam
dilebur malam
didamprat gelombang
karena aku sudah tak berurusan
dengan pasir
dan hal-hal yang kering
mari layani congkak dan geramku
bawaku pada tuanmu
yang tak berani kau sebut
bawaku pada tuanmu
yang di hadapannya kau kecut

mari bertaruh, wahai ombak
tentang siapa yang lebih gigih
aku atau tuanmu?

o ya o...
sambutlah aku
sepasang kawah yang tertawa
penunggang karut
pemanen takut

o ya o...
jamulah aku
penakluk raja-raja
pelumat nestapa
penamat cerita

lalu,
desir angin
riak air
pengap napas
aku merinding!
kayu-kayu pada geladak
retak, berdekak-dekak
seribu guruh mengoyak langit
awan jerit, mendung bangkit
ombak-ombak yang kuinjak membelalak
berhamburan ke udara
menutup purnama

dar!
aku terlempar
buyar pada amuk laut
goyah

o ya o...
inikah laut?
inikah maut?
jelaskan padaku
mana yang lebih dalam?

barangkali pada nadi-nadi yang gurat
dalam otot yang berkarat
terikat nafsu dan bergumpal hasrat
membubung pilu
sebentang waktu ke darat

ayah!
tak dusta dongengmu dulu
tentang laut yang pemarah
tentang ombak sang pengaduk resah
tawakalku buyar

ibu!
tak salah takutmu dulu
padaku yang lemah
gundah dan penggelisah

o ya o...
layar runtuh
jangkar rapuh
batin lusuh
aku simpuh!

Tuhanku!
akulah ini si makhluk tanah
kembalikan aku ke tanah
dari tanah
ke tanah


(Adam R.A)



1 komentar: